Trauma bagi anak merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan bisa mengakibatkan kesedihan. Anak merasa kehilangan rasa aman, kestabilan, dan rasa positif akan masa depan. Dalam kondisi trauma anak perlu membangun kembali kepercayaan, harapan dan menemukan makna baru dari kehidupan yang mereka jalani.
Dalam proses membantu anak yang mengalami trauma diperlukan empati, identifikasi trauma dan hubungan yang sehat. Selain itu anak perlu memahami kekuatan dan kemampuan dirinya dalam mengatasi kesulitan. Anak perlu percaya diri pada kemampuan mereka sendiri dan menjadi resilien (tangguh).
Melalui metode terapi bermain dengan pendekatan non direktif, terapis membantu proses anak mengekspresikan kesedihan dan rasa sakit karena trauma. Anak didengarkan, diperhatikan dan dimengerti. Anak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan dengan media seni kreatif yang menstimulasi imajinasi anak. Saat dilakukan terapi bermain anak tidak sendirian dan merasa ditemani dalam perjalanan mereka menemukan makna kehidupan yang baru. Ketika anak mendapatkan dukungan dari terapis bermain proses pemulihan terjadi membawa kesembuhan atas trauma yg dialami sembari membangun resiliensi anak.
(Sumber: Developing Resiliency in Traumatized and Grieving Children: The Importance of Relationships Joanne Ginter M.A. CPT-P, the author of this article, is a past President of Play Therapy International)